Pojok curahan hati yang salah tempat.

Dianggap kaya dan elit karena kuliah di universitas swasta dan ternama.
Dikira nggak bisa susah karena bawaannya city car yg terkenal, plus ada 'sopir' (yg benernya bukan).
Dipanggil cece/meme karena muka dan kulit yang notabene cina banget.
Ini prasangka. Ini stereotype. Nggak masalah. tapi bisa jadi berbahaya kalau Buta. karena bisa jadi alasan untuk narik uang yang juntrungannya nggak jelas alias pungli.

Bukan semua orang memang, hanya oknum-oknum tertentu yang terkait. Mereka yg memang sudah pintar bikin alasan dengan tameng 'administrasi' ditambah jabatan yg sudah tinggi. Ciri-cirinya gampang: 1. omongannya mencla-mencle alias nggak pernah sama alias plin plan. 2. Suka banget menarik biaya-biaya tambahan yang ternyata bisa ditawar (serasa di pasar). 3. Kerjanya lelet. Susah dicari. Suka ngilang cuma buat ngopi atau ngerokok alias cangkrukan nggak kenal jam.
4. Suka pasang tampang sok sangar, sok tegas, tapi juga bisa sok ramah.
Intinya: suka pake topeng dan modelnya macem-macem.

Justru mereka-mereka yg benar-benar punya integritas dan etos kerja tinggi nggak bisa bergerak ke atas. Hanya ke samping, kadang malah ke bawah. Serasa jadi orang yg pengen tinggi tapi malah menggemuk. Ngenes.
Orang-orang 'normal' ini akhirnya malah memilih untuk apatis lantaran sudah ogah bersuara tapi tak didengar. Buang-buang waktu katanya.

Ini bukan pencemaran nama baik lewat dunia maya. Konyol kalo bisa dituntut pake UU ITE. Wong nama aja nggak ada. Ini umum bisa ada di mana-mana.

Sebut aja ini keprihatinan pribadi atas keadaan negara yang semakin semrawut. Ketika hal yang salah jadi lumrah, dan ketika orang yg awalnya bener pun merasa salah karena ada di tengah orang-orang salah, hingga akhirnya ikut-ikutan salah. Banyak salah. Semua salah.

Memang bener kata lagu. Sekarang jamannya jaman edan. Konyol. Kok suka jadi orang edan. Bangga ketika bisa memperumit persoalan yg sebenarnya bisa dipermudah.

Gini katanya mau maju. Katanya mau jadi macan asia. Gembar-gembor kemajuan ekonomi cuma ada di koran-koran. Orang biasa yang nggak tau apa-apa dicekoki harapan palsu, sementara yg di atas ketawa-ketawa karena bisa membodohi yg biasa tadi.
Lucu.

Belum lagi sentimen-sentimen agama dan ras yang tinggi. Toleransi akhirnya cuma berhenti di mulut dan buku-buku Kewarganegaraan. Memang kenapa kalo cina? Memang kenapa kalo jawa? Memang kenapa kalo batak?

Ada 1 hal yg urgent utk diubah. Biar cina tetep jadi cina. Nggak perlu sok-sok diperhalus jadi 'china' apalagi 'tionghua'. Kata 'cina' yg dulu konotasinya jelek harus dinetralisir lagi. Biar orang nggak hidup di masa lalu. Biar nggak ada sakit hati lagi. Biar semua sadar, intinya masih sama-sama indonesia.

Agama cuma soal kepercayaan. Artinya boleh percaya boleh enggak. Tapi yg namanya keyakinan memang paling susah dibuat maklum. Hal-hal di luar keyakinan kita itu salah --kata kitab suci masing-masing. Hal ini lalu menimbulkan rasa paling bener. Paling suci. Satu kelompok merasa harus menjadikan 1 dunia sama, dan kelompok minoritas suka jadi sok lemah dan suka sok jadi korban. Dua-duanya nggak beres.
Kok suka jadi sama. Padahal lebih bagus kalo berbeda tapi harmonis.

Ah tapi ini semua kan cuma omong doang. Cuma serangkaian kata-kata.

Harapannya cuma satu: semoga suatu saat dunia sudah lebih nggak edan. Sudah lebih toleran dan lebih bersih. Nggak gampang diadu domba. Memang nggak mungkin jadi sempurna. Tapi apa salahnya untuk berjalan menuju kesempurnaan. Biar nanti akhirnya Tuhan sendiri yg sempurnakan.

Yah, semoga.

Popular Posts